-->
NGx9MGB7Nap6Nax5MaRbNqN7MmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE103

Filosofi Kopiah Hitam Khas Minangkabau Sungai Pasak Pariaman Timur

Piamanexplore-Jalan-jalan sore menyusuri desa sungai pasak kecamatan pariaman timur, kota pariaman, kita akan melihat seorang bapak yang dengan tekunnya membuat peci hitam yang kita kenal dengan sebutan kopiah.

Nasril adalah nama beliau berusia 59 tahun dari suku koto bergelar datuak tumangguang.

Di kota pariaman, tidak banyak orang yang melakukan usaha konveksi peci ini. Salah satu tempat memproduksi ini adalah Mahkota.

Berdasarkan hasil obrolan dengan beliau di ketahui bahwa usaha ini dirintis sejak tahun 1989 jadi sudah berproduksi selama 33 tahun.

Kopiah yang beliau buat terdapat beberapa kualitas beludru yang disesuaikan dengan harga modal bahan dasarnya.

Salah satu harga bahan dasarnya yang terbaik adalah seharga Rp 900.000 jadi tidak salah kalau harga jualnya bervariasi dari puluhan ribu sampai satu setengah juta rupiah.

“Irwan Prayitno kopiahnya dari sini denagn bahan pilihan,” ujar beliau.

Pemilihan kopiah semua tergantung kenyamanan yang memakai. Masing-masing kopiah memiliki nomor. Jadi jangan lapang karena akan jatuh dipakai saat shalat.

Namun begitu, pesan nasril bahwa baiknya dalam pembelian peci anak atau saudara laki-laki baiknya di bawa langsung agar bisa di paskan sesuai dengan ukuran kepala masing-masing demi kenyamanan pemakaian.

Hal ini di karenakan adanya perbedaan proses pembuatan masing-masing penjahit.

Berbicara kopiah yang merupakan peci nasional maka mengingatkan kita pada seorang tokoh nomor satu di Indonesia yakni presiden soekarno. Beliau memakai kopiah ini kemanapun beliau bertugas.

Presiden soekarno sejak awal memakai peci nasional buatan bukittinggi berasal dari kampung halaman bung Hatta dan di bawa pada pertemuan nasional maupun internasional.

Kopiah di masing-masing daerah memiliki perbedaan baik dari bentuk maupun bahan dasarnya. Hal ini berpengaruh pada kenyamanan dalam pemakaiannya.

Peci Minangkabau dengan peci daerah lain terdapat pola yang berbeda. Kopiah Minangkabau memiliki bagian yang melengkung.

Itu menjadi khasnya peci Minangkabau. Sedangkan peci jawa datar tidak ada bagian melengkungnya.

Bagian melengkung melambangkan wilayah sumatera barat yang merupakan wilayah pegunungan yakni gunung marapi, gunung singgalang, gunung tandikek ataupun gunung talang.

Selain lambang pegunungan, lengkungan itu juga melambangkan anjungan atau gonjong rumah gadang.

Bentuk lambuangnya kopiah Mianangkabau merupakan sebuah filososfi masyarakat Minangkabau yang harus memahami kato nan ampek.

Dimaknai bahwa sebagai masyarakat Minangkabau harus pandai membawakan diri dimana dan kapanpun. berhadapan dengan siapapun.

Adapun tau nan ampek tersebut yakni kato mandaki yakni bersikap menghormati pada yang lebih tua, kato manurun yakni menyayangi pada yang lebih muda,

kato mandata yakni bersikap baik dan menghargai dengan yang sebaya, kato malereang yakni bersikap baik pada setiap orang yang ada hubungan akibat perkawinan baik itu besan ataupun saudara ipar.

Khusus di masyarakat Minangkabau, terdapat perbedaan dari yang memakai orang biasa atau yang bergelar datuak.

Kopiah datuak bagian melengkung itu disebut balambuang dan memiliki liliknya yang mengikuti lengkungan tersebut.

Bagi masyarakat Minangkabau lilik itu tidak hanya sebagai pemanis kopiah, melainkan mengandung makna. “ ado liliknyo di turuik an arahnyo katangah, dari tapi katangah ,” kata Nasril yang juga merupakan seorang datuak.

Kopiah sebagai mahkota laki-laki bagi masyarakat Minangkabau tidak hanya dipakai dalam shalat, proses akad nikah tetapi juga pada saat berbagai upacara adat.

Khusus untuk datuak maka wajib di pakai keseharian kapan dan dimanapun berada.

Umumnya semua tahu bahwa kopiah balilik memang pakaian seorang datuak. Karena itu tidak bisa sembarang orang memakainya.

Pembuat kopiah banyak di berbagai daerah di sumatera barat ini, tapi khusus untuk bagian lilik hanya di produksi di payakumbuh.

Lilik terbuat dari kain sutera hyang di bentuk sedemikian rupa. Lilik kopiah memiliki makna yang terkandung didalamnya, bagian kalipik-kalipik atau kerutannya tidak sembarang di buat saja.

Dibuat tersusun rapi dari sisi tepi bagian kanan mendaki kemudian menurun dan terus mengelilingi bagian secara keseluruhan bagian kopiah. Maknanya sebagai datuak tidak boleh bersikap sembarang saja.

Terdapat ukuran yang sama antar sisi kanan dan kiri. Maknanya yakni jawek bajawek artinya bagian lambung sisi kanan mengikuti lambung sisi kiri. Penggambaran bentuk pola lambuang seperti  menggambarkan gunung di sumatera barat.  

Tidak hanya menambahkan keindahan dari kopiah yang dikenakan oleh datuak, tetapi juga sebuah simbol pemahaman adat yang mumpuni harus dimiliki seorang datuak.

Posisi datuak yang ditinggikan sarantiang dan di dahulukan salangkah, membuatnya memiliki posisi tertinggi didalam kaumnya.

Adapun fungsi datuak dalam adat Minangkabau yakni sebagai mamak dari jurainya.

Sebagai pimpinan dari kaumnya meski meski tidak bertali darah secara langsung. Jika ada permasalahan didalam kaumnya maka yang teritnggi meyelesaikannya adalah datuak.

Oleh karena tingginya posisi datuak, maka sebagai simbol seorang datuak ditengah masyarakat salah satunya adalah dari kopiah balilik tersebut.

Sangat tidak pantas seorang datuak terlihat oleh anak kemenakannya tidak mengenakan kopiah ini. Istilahnya datuak dilarang buka tenda. Karena jika itu terjadi maka hilanglah marwah seorang datuak bagi kaumnya.

Adapun jika ada yang sembarangan memakai kopiah datuak padahal dia bukanlah seorang datuak, maka akan ada omongan miring terhadap orang tersebut. Indak tau jo adaik atau indak tau jo nan ampek.

Sebagai cap yang di berikan pada orang tersebut. Karena dengan berpenampilan memakai kopiah datuak artinya sama dengan mengolok-olok adat Minangkabau.

Begitu berartinya sebuah kopiah bagi masyarakat Minangkabau, meskipun saat ini sudah banyak perubahan yang terjadi.

Pemakaian kopiah tidak lagi menjadi wajib bagi laki-laki seperti pada masa lampau, meski di beberapa tempat masih mewajibkan jika berada dalam acara adat.

Seiring perubahan zaman juga, saat ini sudah banyak perkembangan dalam kopiah bagi para pengantin pria. Tidak lagi melulu harus hitam pekat tapi sudah di sesuaikan dengan pakaian adat nikah dan pesta si pengantin.

Namun, begitu kopiah yang menjadi pakaian datuak, sampai sekarang masih terus di pertahankan. Semoga keberadaan kopiah datuak balilik masih terus bertahan dan bisa dipahami oleh generasi muda Minangakabu dimanapun berada.     

   

   

Share This Article :
1745663973787222366

Presiden Matta Malaysia Kunjungi Dan Kagumi Rumah Gadang Museum Bustanil Arifin Padang Panjang

Piamanexplore- Presiden Malaysian Association of Tour and Travel Agents (MATTA), Dato' Seri Muh Khalid beserta Istri Akhnidar Binti Ahma...