Oleh Muhammad Samin SS
Piamanexplore-Rencana keistimewaan Sumatera Barat ini sudah lama di gaungkan sejak Gamawan Fauzi menjadi menteri dalam negeri, namun tulisan ini layak untuk dibaca hingga kini.
Terkuaknya rencana Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) akan menjadikan Sumbar daerahistimewa, saat pertemuan para ninik mamak yang mempertanyakan tanah ulayat di kantor Bupati Dharmasraya beberapa waktu lalu.
Dimana dalam dialog ninik mamak Gunung Medan dengan Bupati Dharmasraya, Sekretaris LKAM Dharmasraya Abdul Rahman Bagindo Latif meminta doa restu kepada Bupati Dharmasraya.
Dalam waktu dekat LKAM se Provinsi Sumatera Barat akan bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk membicarakan terkait Sumatera Barat layak menjadi daerah istimewa sama seperti daerah istimewa yang ada di Indonesia.
"Kita akan berjuang bersama LKAM yang ada di Provinsi Sumatera Barat untuk menjadikan Sumatera Barat menjadi daerah istimewa,
sebab Sumbar memiliki sejarah kerajaan yang patut dijadikan daerah istimewa," jelasnya pada dialog bersama Bupati Dharmasraya.
Lantas yang menjadi pertanyaan mungkinkah Sumatera Barat bisa menjadi daerah istimewa? Sebatas mana pembicaraan mengenai rencana daerah istimewa Sumatera Barat ini
atau hanya sebatas pembicaraan dan angan-angan saja, sebab hingga saat ini perjuangan dalam menjadikan Sumatera Barat sebagai daerah istimewa belum nampak.
Beberapa opini muncul dalam rencana keinginan Sumatera Barat akan menjadikan daerah istimewa Minangkabau,
seperti opini yang dituliskan Indra Dewata Kepala Bappeda Kota Padang dan sekaligus dosen UNP pada harian pagi Padang Ekspres halaman 4 kolom 2 opini dengan judul"DAERAH ISTIMEWA MINANGKABAU ".
Namun opini ini belum memberikan solusi untuk Sumatera Barat bisa menjadikan daerah istimewa. Lantas seperti apa sebenarnya solusi agar Sumatera Barat, benar-benar bisa menjadikan daerah istimewa?
Melihat Sejarah Sumatera Barat
Kalau kita berbicara terkait masalah sejarah berdirinya Sumatera Barat sesuai dengan data yang ada di Kementiran Dalam Negeri Republik Indonesia,
mungkin Sumatera Barat bisa menjadi solusi dalam pembuatan daerah istimewa sebab keistimewaan dari Sumatera Barat ini nampak dari nilai budaya dari Sumatera Barat itu sendiri.
Sehingga Sumatera Barat bisa dijadikan daerah khusus yang memiliki bermacam budaya.
Dalam data Kemendagri dimana dari jaman prasejarah sampai kedatangan orang Barat, sejarah Sumatera Barat dapat dikatakan identik dengan sejarah Minangkabau.
Walaupun masyarakat Mentawai diduga telah ada pada masa itu, tetapi bukti-bukti tentang keberadaan mereka masih sangat sedikit.
Pada periode kolonialisme Belanda, nama Sumatera Barat muncul sebagai suatu unit administrasi, sosial-budaya, dan politik.
Nama ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda de Westkust van Sumatra atau Sumatra's Westkust, yaitu suatu daerah bagian pesisir barat pulau Sumatera.
Memasuki abad ke-20 persoalan yang dihadapi Sumatera Barat menjadi semakin kompleks. Sumatera Barat tidak lagi identik dengan daerah budaya Minangkabau dan telah berubah menjadi sebuah mini Indonesia.
Di daerah ini bermukim sejumlah besar suku bangsa Minangkabau penganut sistem matrilineal, suku bangsa Tapanuli dengan sistem patrilinealnya dan suku bangsa Jawa dengan sistem parentalnya.
Di samping itu juga ada masyarakat Mentawai, Nias, Cina, Arab, India serta berbagai kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai latar belakang budaya yang beraneka ragam.
Di Sumatera Barat banyak ditemukan peninggalan jaman prasejarah di Kabupaten 50 Koto, di daerah Solok Selatan dan daerah Taram.
Sisa-sisa peninggalan tradisi barn besar ini berwujud dalam berbagai bentuk; bentuk barn dakon, barn besar berukir, barn besar berlubang, barn rundell, kubur barn, dan barn altar, namun bentuk yang paling dominan adalah bentuk menhir.
Peninggalan jaman prasejarah lainnya yang juga ditemukan adalah gua-gua alam yang dijadikan sebagai tempat hunian.
Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerah-daerah sekitar Kabupaten 50 Koto merupakan daerah atau kawasan Minangkabau yang pertama dihuni oleh nenek moyang orang Sumatera Barat.
Penafsiran ini rasanya beralasan, karena dari daerah 50 Koto ini mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya bermuara di pantai timur pulau Sumatera.
Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari jaman dahulu hingga akhir abad yang lalu.
Nenek moyang orang Minangkabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia (Indo-Cina) mengarungi laut Cina Selatan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Indragiri (Kuantan).
Sebagian di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta peradaban mereka di sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang.
Percampuran dengan para pendatang pada masa-masa berikutnya menyebabkan tingkat kebudayaan mereka jadi berubah dan jumlah mereka jadi bertambah.
Lokasi pemukiman mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka menyebar ke berbagai bagian Sumatera Barat yang lainnya.
pergi ke daerah kabupaten Agam dan sebagian lagi sampai ke Kabupaten Tanah Datar sekarang. Dari sini penyebaran dilanjutkan lagi, ada yang sampai ke utara daerah Agam, terutama ke daerah Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir.
Banyak di antara mereka menyebar ke bagian barat terutama ke daerah pesisir dan tidak sedikit pula yang menyebar ke daerah selatan, ke daerah Solok, Selayo, sekitar Muara, dan sekitar daerah Sijunjung.
Sejarah daerah Propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Raja Adityawarman.
Raja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau.
Adityawarman memang pernah memerintah di Pagaruyung, suatu negeri yang dipercayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya.
Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau.
Kontribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Budha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau.
Terbukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pariangan, Padang Barhalo, Candi, Biaro, Sumpur, dan Selo.
Sejarah Sumatera Barat sepeninggal Adityawarman hingga pertengahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks.
Pada masa ini hubungan Sumatera Barat dengan dunia luar, terutama Aceh semakin intensif. Sumatera Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memonopoli kegiatan perekonomian di daerah ini.
Seiring dengan semakin intensifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat.
Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.
Syekh Burhanuddin dianggap sebagai penyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan agama Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh.
Pengaruh politik dan ekonomi Aceh yang demikian dominan membuat warga Sumatera Barat tidak senang kepada Aceh.
Rasa ketidakpuasan ini akhirnya diungkapkan dengan menerima kedatangan orang Belanda. Namun kehadiran Belanda ini juga membuka lembaran baru sejarah Sumatera Barat.
Kedatangan Belanda ke daerah ini menjadikan Sumatera Barat memasuki era kolonialisme dalam arti yang sesungguhnya.
Orang Barat pertama yang datang ke Sumatera Barat adalah seorang pelancong berkebangsaan Prancis yang bernama Jean Parmentier yang datang sekitar tahun 1523.
Namun bangsa Barat yang pertama datang dengan tujuan ekonomis dan politis adalah bangsa Belanda.
Armada-armada dagang Belanda telah mulai kelihatan di pantai barat Sumatera Barat sejak tahun 1595-1598, di samping bangsa Belanda, bangsa Eropa lainnya yang datang ke Sumatera Barat pada waktu itu juga terdiri dari bangsa Portugis dan Inggris.
Memiliki Banyak Nilai Budaya
Kebudayaan yang hidup dalam Propinsi Sumatera Barat disebut kebudayaan Minangkabau. Berdasarkan pengamatan dan penelitian, kebudayaan ini cukup kaya, bersumber dari nilai-nilai luhur yang ditinggalkan atau diwariskan para nenek moyang.
Kebudayaan ini pernah mengalami puncak keemasannya pada jaman kejayaan Kerajaan Pagaruyung, khususnya semasa kepemimpinan Raja Adityawarman.
Dewasa ini masyarakat Minangkabau yang terkenal teguh dalam memegang adat berusaha untuk memelihara khasanah budaya peninggalan para leluhur.
Propinsi Sumatera Barat memiliki satu lembaga adat yang amat berwibawa, yang terkenal dengan nama Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau atau LKAAM.
Lembaga ini memiliki wewenang besar dalam menentukan masalah-masalah adat dan kebudayaan dalam masyarakat Minangkabau.
Karena itu sungguh tidak mengherankan kalau seseorang yang dipercayakan untuk memimpin lembaga ini dianggap memiliki satu kelebihan tersendiri sebagai seorang tokoh yang diterima kaum adat.
Pada umumnya hal-hal yang berkenaan dengan kebudayaan itu dapat dikategorikan dalam empat bidang.
Pertama adalah bidang kesejarahan serta permuseuman, kedua adat-istiadat, bahasa dan sastra, ketiga kesenian, dan keempat perbukuan atau perpustakaan.
Bangunan bersejarah di Sumatera Barat antara lain meliputi : Istana Pagaruyung, museum Taman Bundo Kanduang di Bukittinggi, museum perjuangan rakyat, rumah gadang di Koto Nan Ampek, rumah gadang di Padang Lawas, balairung sari di Tabek serta mesjid di Ampang Gadang dan situs kepurbakalaan di Tanah Datar.
Terbuka Menjadi Istimewa
Untuk menjadikan sebuah daerah menjadi istimewa itu tidaklah gampang, namun putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara uji materi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua terkait
dengan mekanisme pemilihan gubernur membuka kemungkinan bisa ditetapkannya gubernur-wakil gubernur di daerah yang diakui sebagai daerah istimewa, seperti Yogyakarta.
Kesimpulan ini terlihat di dalam pertimbangan hukum MK halaman 38 putusan bernomor 81/PUU-VIII/2010.
Dalam putusan MK tersebut, bisa menjadikan sebuah daerah yang menginginkan daerahnya menjadi istimewa, seperti dalam pasal 18 B Ayat (1) UUD 1945 menyatakan,
”Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat Khusus atau bersifat Istimewa yang diatur dengan Undang-Undang”.
Dalam pasal tersebut menurut Mahkamah Konstitusi (MK), pengakuan adanya keragaman itu mencakup sistem pemerintahan serta hak dan kewenangan yang melekat di dalamnya, adat istiadat, serta budaya daerah yang dijamin dan dihormati melalui penetapan UU.
Menurut MK, pengakuan itu termasuk pengakuan atas hak asal usul yang melekat pada daerah yang bersangkutan berdasarkan kenyataan sejarah dan latar belakang daerah tersebut.
”Artinya, menurut Mahkamah, jika dapat dibuktikan dari asal usul dan kenyataan sejarah, daerah tersebut memiliki sistem pemerintahan sendiri yang tetap hidup dan ajek,
tetap diakui dan dihormati yang dikukuhkan dan ditetapkan dengan undang-undang (UU),” demikian terungkap dalam putusan MK tersebut.
Dari keputusan MK tersebut, sesuai dengan sejarah Sumatera Barat yang telah diungkap penulis diatas dan adanya keberagaman budaya daerah bisa membuka Sumatera Barat menjadi daerah istimewa,
tinggal meyakinkan perjuangan dari tokoh-tokoh Sumatera Barat yang memiliki kompetensi untuk memperjuangkan Sumatera Barat layak atau tidak untuk menjadi daerah istimewa.
Kita tunggu saja perjuanganrencana dari LKAAM se Sumatera Barat, untuk bertatap muka dengan Mendagri Gamawan Fauzi terkait membicarakan keistimewaan Sumatera Barat.
Disatu sisi, kalau kita kembali mentalaah pernyataan Ketua LKAAM Sayuti di Harian Pagi Dharmasraya Ekspres 28 April 2011 lalu
terkait permasalahan perjuangkan nagari bersifat istimewa dimana Ketua LKAAM menanggapi pendapat yang dikemukakan Hermanto, yang menyatakan Revisi UU No 32/2004, berpotensi rugikan sumbar.
Apa yang dikatakan anggota Komisi II DPR-RI itu ada benarnya bila pembangunan nagari selalu diukur dengan uang.
Jika pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp1 miliar untuk satu desa atau nama lainnya nagari, maka Sumbar akan dapat bantuan lebih kurang Rp600 miliar.
Tetapi jika jorong ditetapkan sebagai desa, maka Sumbar mendapat alokasi bantuan kurang lebih Rp3,6 triliun.
Ini dihitung dari nagari yang jumlahnya 628 nagari sementara jorong/korong/kampuang berjumlah 3.625.
Namun permasalahan ini tidak akan selesai selagi pemerintah dan masyarakat Sumbar tidak memperjuangkan nagari bersifat istimewa.
Dalam penjelasan Pasal 18 dinyatakan pada angka dua Romawi ”Dalam teritori negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende landschappen dan Volksgemeenchappen, seperti desa di Jawa dan Bali, nageri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya.
Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
UUD 45 ini harus menjadi landasan hukum dasar bagi pengurus negara. Tidak boleh undang-undang atau peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam prinsip stratum hukum di dunia disebutkan Lex Superior Derogat Legi Inferiori (undang-undang yang lebih tinggi mengalahkan undang-undang yang lebih rendah).
Jadi, kalau ada orang bertanya apa dasar pembentukan pemerintahan nagari di kabupaten dan kota, maka orang itu sudah bisa ditebak belum memahami prinsip strata hukum dan UUD 1945.
Dasar pembentukan pemerintahan nagari itu adalah UUD 1945. Sedangkan dasar hukum tidak tertulis adalah hukum adat itu sendiri.
Hukum adat yang tidak tertulis itu termasuk hukum positif di Indonesia. Dengan kata lain belum ada negara kesatuan RI ini negeri di Minangkabau sudah mempunyai sistem yang efektif dan mandiri.
Kembali ke sistem pemerintahan nagari itu adalah totalitas dan jangan mendua hati. Stibbe (1850) menyebutkan bahwa, ”nagari merupakan masyarakat di sesuatu daerah yang berdiri sendiri dengan alat-alat perwakilan, hak milik, kekayaan, dan tanah-tanah sendiri.
Berlainan dengan desa dan lurah di Jawa, telah berdiri sendiri sebelum kedatangan kita (orang-orang Belanda) di Sumatera”. Lurah dan Desa milik Jawa.
Nagari milik Minangkabau. Asal mula nagari ini dengan jelas dan historis dapat kita selidiki secara seksama.
Menurut ahli adat dari Belanda yang bernama Rooy (1890) dalam buku De positie van de volkshoofden in een Gedeelte der Padangsche Bovenlanden, orang-orang yang pertama mendirikan beberapa nagari, dapat diusut sampai ke Nagari Pariangan dan Nagari Padangpanjang di kaki sebelah selatan Gunung Merapi; di sana mereka berhenti sebelum sampai ke tujuan terakhir yang dengan jelas sekali dapat kita lihat.
Prof Mr Muhammad Yamin pernah berpidato di Parlemen pada 1957 dalam rapat dengar pendapat dengan Pemerintah Kabinet Sastroamijoyo ke-II yang berjudul ”Dewan Banteng Contra Neo Ningrat”,
yang mengatakan bahwa kepemimpinan nagari akan kontra dengan kepemimpinan neo ningrat di desa dan lurah.
Nagari dikatakan bersifat istimewa dengan beberapa alasan.
Pertama, sebelum ada negara, nagari sudah tersusun menurut asal asul dan susunan aslinya, tetapi tentram dan makmur.
Kedua, anak nagari menganut sistem kekerabatan matriliniel. Ketiga, landasan kemasyarakatannya adalah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Keempat, hukum adatnya dapat menjawab pertanyaan sepanjang masih ada. Kelima, pemimpinnya yang disebut ninik mamak pemangku adat dapat menjawab pertanyaan sepanjang masih ada, artinya masih ada.
Keenam, wilayah adatnya yang disebut tanah ulayat dapat menjawab pertanyaan sepanjang masih ada, artinya masih ada; Ketujuh, rakyatnya yang setia dengan Pancasila,UUD 1945, dan NKRI tetap dapat menjawab pertanyaan sepanjang masih ada, artinya masih ada.
Dari tujuh alasan itu tidak ada alasan pemerintah pusat tidak mau memberikan nagari bersifat istimewa.
Kalau dilihat dari pernyataan ketua LKAAM Sumatera Barat berdasarkan historis dan sejarah yang ada maka Sumatera Barat Layak untuk dijadikan Daerah Istimewa.