Piamanexplore-Hautan raya Mohammad Hatta adalah salah satu kawasan hutan nasional yang terletak di provinsi sumatera barat.
Hutan raya ini memiliki sejarah yang sangat menarik, dalam artikel ini kita akan mengupas sejarah hutan raya Mohammad Hatta dari masa ke masa.
Tahukah sobat bahwa taman hutan raya bung Hatta adalah taman hutan yang kedua di Indonesia yang didirikan pada tahun 1986.
Tahura Ir. H. Djuanda di Jawa Barat, yang didirikan pada 1985 adalah taman hutan raya yang pertama di Indonesia.
Sepanjang tahun 1980 an hampir setiap tahun didirikan taman hutan raya di Indonesia hingga saat ini sudah ada sekitar 30 an taman hutan yang yang sudah di bangun.
Tahura, pada umumnya bertujuan antara lain untuk melestarikan plasma nutfah flora dan/atau fauna hutan, sarana penelitian tipe vegetasi hutan pegunungan,
sarana pendidikan dan pelatihan, wisata alam, pemeliharaan keindahan alam dan iklim, serta peningkatan fungsi hidrologis daerah aliran sungai (DAS) di sekitar lokasi tahura.
Dilansir dari padekjawapos
Cikal Bakal Tahura Mohammad Hatta
Kebun Raya Setia Mulya adalah cikal bakal Tahura Dr. Mohammad Hatta. Berdirinya kebun raya ini bermula dari kunjungan Jawatan Penyelidikan Alam ke Sumatera Barat pada 1952.
Kunjungan ini rupanya menginspirasi Gubernur Sumatera Tengah saat itu, Ruslan Muljoharjo, untuk mendirikan kebun raya di Sumatera.
Direktur Kebun Raya Bogor, Kusnoto Setyodiwiryo, menyambut baik upaya ini. Ia tidak hanya mendukung pembangunan kebun raya di Sumatera Barat, tetapi juga menjadikannya sebagai pusat penelitian dan konservasi tumbuhan, seperti yang ada di Bogor.
Upaya pendirian kebun raya akhirnya menjadi nyata tiga tahun kemudian. Pada Januari 1955, Wakil Presiden Mohammad Hatta meresmikan berdirinya Kebun Raya Setia Mulya.
Kebun raya yang berlokasi di dekat jalan raya Padang–Solok ini merupakan cabang dari Kebun Raya Bogor.
Kebun Raya Setia Mulya memiliki luas sekitar 240 ha. Pada 1961, MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia) mengalihkan pengelolaan kebun raya kepada Pemerintah Daerah Sumatera Barat.
Pada dekade 1980-an, kebijakan politik dan kehutanan nasional melahirkan gagasan untuk mengembangkan beberapa kawasan pelestarian alam seperti kebun raya dan kelompok hutan menjadi tahura. Kebun Raya Setia Mulya adalah salah satunya.
Hutan Raya Pertama di Sumatera
Ada dua alasan utama mengapa Kebun Raya Setia Mulya dipilih dan dikembangkan menjadi taman hutan raya. Pertama, Kebun Raya Setia Mulya, sejak awal diresmikan, telah difungsikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan pariwisata.
Hal ini selaras dengan tujuan pembangunan tahura, yaitu untuk pelestarian plasma nutfah flora hutan, sarana pendidikan dan pelatihan, serta tempat wisata alam.
Kedua, lokasi Kebun Raya Setia Mulya yang representatif, memungkinkan untuk dilakukan perluasan serta ditingkatkan jumlah koleksinya sebagai taman hutan.
Pembangunan Kebun Raya Setia Mulya sebagai tahura, yang kemudian dinamai Tahura Dr. Mohammad Hatta, menyimpan sejumlah cerita.
Rencana pendirian tahura bermula dari usulan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Semula, Pemprov Sumbar mengajukan dua nama untuk tahura baru yang akan dibangun menggantikan Kebun Raya Setia Mulya itu. Kedua nama yang diajukan adalah “Taman Hutan Raya Drs. Moh. Hatta” dan “Taman Hutan Raya Bung Hatta”.
Selain itu, Pemprov Sumbar juga mengusulkan tiga calon logo untuk tahura tersebut. Sayang sekali, berkas usulan calon logo itu tidak diketahui lagi keberadaannya.
Pada 27 Februari 1986, Menteri Kehutanan Soedjarwo (1964-66, 1983-88) menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden Soeharto.
Sang Menteri meminta kesediaan Presiden untuk memilih dan memutuskan satu nama dan logo yang akan digunakan untuk tahura.
Melalui Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Moerdiono (1983-88), pada 7 Juni 1986, Presiden menyetujui usulan Menteri Soedjarwo.
Presiden juga memutuskan bahwa nama tahura yang akan digunakan adalah nama lengkap (Drs. Mohammad Hatta) dan bukan nama panggilan (Bung Hatta).
Menteri Soedjarwo diminta untuk menjelaskan rencana, maksud, dan persetujuan menggunakan nama tersebut kepada keluarga/ahli waris Mohammad Hatta sebelum diresmikan.
Pada 23 Juli 1986, Menteri Soedjarwo bersurat kepada Presiden, bahwa penggunaan nama Mohammad Hatta untuk taman hutan raya telah disetujui oleh Ibu Rahmi Hatta (Istri Bung Hatta).
Soedjarwo juga menyampaikan keterangan Gubernur Sumatera Barat Azwar Anas (1977-1987), yang menginformasikan titel terakhir Mohammad Hatta adalah Doktor (Dr).
Berdasarkan hal tersebut, Menteri Soedjarwo menyiapkan suatu konsep Keputusan Presiden tentang Tahura Dr. Mohammad Hatta.
Tak berselang lama, pada 1 Agustus 1986, Presiden Soeharto menetapkan Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 1986 tentang Pembangunan Kebun Raya Setia Mulya sebagai Taman Hutan Raya Dr. Mohammad Hatta.
Dengan demikian, Tahura Dr. Mohammad Hatta menjadi tahura pertama yang dibangun di Sumatera dan di luar Jawa.
Tahura Dr. Mohammad Hatta, menurut Keppres tersebut, dikelola oleh suatu badan pengelola yang mencakup perwakilan pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan tokoh masyarakat.
Hingga saat ini, telah terjadi beberapa kali pergantian pengelola.
Peralihan itu terjadi, baik secara vertikal dari pemerintah pusat ke pemerintah provinsi atau dari pemerintah provinsi ke pemerintah kota, maupun bersifat horizontal yakni antar satuan kerja perangkat daerah.
Pada 1990-an, misalnya, Pemprov Sumbar mengalihkan pengelolaan Tahura Dr. Mohammad Hatta kepada Pemerintah Kota Padang.
Salah satu faktor pendorong pengalihan itu adalah kawasan tahura berada dalam satu daerah administratif, yaitu Kota Padang.
Seperti yang lazim diketahui, kewenangan Pemprov umumnya terletak pada urusan pemerintahan yang melibatkan dua atau lebih kabupaten/kota.
Sementara itu, peralihan pengelolaan tahura juga terjadi antar organisasi perangkat daerah Kota Padang.
Beberapa tahun lalu, tahura berada di bawah kelola Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, sebelum akhirnya dialihkan kepada Dinas Pertanian.
Kini, Pemko Padang tengah serius menyiapkan rencana baru untuk pengembangan kawasan Tahura Dr. Mohammad Hatta.