Piamanexplore-Ahli Geologi Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Ade Edward
meyakini berbatuan berbentuk dan begitu banyak yang ditemukan warga di Korong
Surantih, Nagari Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, sebagai struktur
geologi yang dinamakan colomnar joint.foto langgam.id
"Struktur geologi kekar kolom atau kekar tiang atau columnar joint pada jenis batuan andesit Basaltik. Struktur geologi kekar kolom terbentuk alami," bilang Ade.
Columnar joint adalah salah satu fenomena struktur geologi yang terdiri dari kolom-kolom poligonal.
Biasanya berbentuk batang-batang poligonal persegi delapan, persegi enam dan persegi dan tersusun relatif seragam dengan rapi.
"Berdasarkan satuan batuannya di peta geologi lembar Padang, kawasan Columnar Joint Surantih merupakan satuan batuan andesit Basaltik Tufa terdiri dari perselingan andesit sebagai inklusi intrusi dalam Tufa, yang pembentukan pada satu masa kuarter -tersier 40- 60 juta tahun lalu," jelas Ade, Selasa (10/10/2023).
Menurut Ade, fenomena geologi ini terjadi karena adanya gaya pengkerutan yang terjadi saat proses pendinginan aliran magma menjadi batuan dibawah permukaan.
"Ini merupakan fenomena langka yang termasuk jarang ditemui tersingkap kepermukaan," katanya.
dunia, sambung Ade, jumlah columnar joint tidaklah banyak. Dan menurutnya, di Sumbar baru di lokasi inilah struktur kekal kolom yang relatif sempurna keseragamannya ditemukan muncul kepermukaan dalam ukuran relatif besar
Kami dari inisiator dan ahli geologi Geopark Ranah Minang sudah hampir 4 tahun mencari-cari struktur columnar joint seperti ini yang termasuk langka ditemukan tersingkap kepermukaan," ujar salah seorang inisiator Geopark Ranah Minang ini.
Menurutnya, situs struktur geologi columnar Joint di Korong Surantih, Nagari Lubuk Alung termasuk item geosite yang layak diajukan perlindungannya ke Badan Geologi Kementerian ESDM untuk ditetapkan sebagai situs kawasan Cagar Alam Geologi/KCAG (Geoherotage) Nasional sebagai salah satu syarat untuk dapat diajukan sebagai geosite pada Geopark Ranah Minang.
Dikatakan Ade, kawasan Geosite akan sangat bermanfaat untuk upaya konservasi, edukasi, pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat.
Berdasarkan observasi yang dilakukannya, Ade melihat tidak ada tampak karya manusia pada berbatuan tersebut. "Bahwa itu ada bentukan yang teratur, garis-garis sejajar di batu, itu akibat pelapukan.
Berbentuk gelombang, itu alamiah, begitu juga susunannya, adalah alami. Tidak ada bentukan penanganan manusia, konstruksi diubah. Di sana jelas situs geologi," tandasnya.
Sebelumnya, masyarakat Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman menemukan situs sejarah berupa bahan batuan di Bukik Paladangan Korong Surantiah Nagari Lubuk Alung Kabupaten Padang
Pariaman Sumatra Barat, beberapa hari lalu. Dugaan sementara batu itu bagian dari peradaban era neolitik-megalitik.
Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Lubuk Alung Afriendi Sikumbang mengatakan, awalnya ada laporan salah satu pemuda Lubuk Alung bahwa ada tumpukan besar bebatuan di Bukik Paladangan Korong Surantiah, Nagari Lubuk Alung.
Batu-batu itu berbentuk bersegi panjang tersebut tersusun rapi dan jumlah yang sangat banyak terdiri dari beberapa bukit yang yang letaknya lebar dan memanjang.
Berdasarkan informasi tersebut kami melaporkan hal tersebut kepada Camat Lubuk Alung dan Kabid Budaya Dinas Pendidikan dan kebudayaan Padang Pariaman. Kemudian Kabid Kebudayaan melaporkan kepada Badan Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sumatera Barat.
Alhmadulillan hari Kamis pagi kemarin, kami bersama Camat, Kabid Kebudayaan dan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Sumatera Barat melakukan observasi langsung ke lokasi di Korong Surantiah Nagari Lubuk Alung," ungkap Afriendi, Minggu (8/10/2023).
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumatera Barat Sri Setiawati mengatakan, batu-batu ini adalah situs sejarah yang harus diteliti dulu oleh tim ahli.
Tim TACB juga melakukan komunikasi dengan masyarakat setempat untuk menggali informasi terkait penemuan batu-batu tersebut yang diduga peninggalan sejarah masa megalitikum tersebut.
Informasi dari pemuka masyarakat Korong Surantiah bahwa bukit Paladangan tersebut merupakan kawasan lahan galian C yang sedang dilakukan penambangan galian tanah clay oleh salah satu perusahaan di wilayah tersebut.
"Selain menggali informasi, Tim TACB meminta kepada pengelola proyek tambang tersebut untuk tidak dulu melakukan penambangan dan penggalian dilokasi penemuan batu bersejarah tersebut karena akan dilakukan penelitian oleh tim ahli yang berwenang," jelasnya.
Sabtu (7/10/2023), Tim TACB Sumatra Barat menyambangi objek diduga cagar budaya tersebut. Ketua Forum Komunikasi TACB Sumbar Herwandi mengatakan, berdasarkan keterangan masyarakat sekitar, bukit di kawasan penemuan batu, adalah tempat biasa bagi masyarakat untuk mengambil batu mejan (nisan).
Namun beberapa bulan terakhir menjadi areal penambangan galian C untuk mengambil tanah clay. Disebutkannya, di dalam proses penambangan itu kemudian dijumpai banyak sekali tonggak-tonggak dan balok-balok batu seukuran 2 meter atau lebih.
"Balok-balok batu itu ada yang berbentuk empat persegi tonggak (pillar), balok-balok. Ada di antaranya diberi hiasan berupa garis-garis lurus (melingkar, tonggak dan balok batu)," ungkap Herwandi.
Di samping itu, dijumpai juga lesung batu, dan perkakas (kapak) batu.
"Dari temuan yang ada dapat diduga bahwa bukit ini adalah warisan budaya yang berasal dari masa pra sejarah, masa neolitik-megalitik," ujar Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas ini.
Yang sangat menariknya, sambung Herwandi, temuan pilar-pilar dan balok-balok batu mengingatkan kepada situs prasejarah Gunung Padang (Jawa Barat). "Jika demikian, maka situs ini memiliki nilai sejarah yang sangat berharga," tukasnya.
Menurut keterangan masyarakat, ada lagi sebetulnya lokasi yg memiliki temuan yg mungkin mirip dengan “bukit mejan”.
"Lokasi yang berikut tersebut, dinamakan oleh masyarakat dengan “batu lipat kain”. Situs yang kedua ini belum sempat kami kunjungi. Berharap minggu depan bisa ke sana," kata Herwandi.
Pihaknya berharap, dengan adanya temuan ini, ada tindak lanjut segera oleh dinas terkait.
Dugaan bahwasannya situs itu artefak peradaban era neolitik-megalitik, dikuatkan oleh arkeolog Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Provinsi Sumatra Barat Dodi Chandra.
Menurutnya, biasanya jika ada sumber batuan melimpah itu, maka tak jauh dari sana ada situs megalitik.
"Dari sturuktur geologisnya, batuan itu menyusun bukit itu. Dari aspek ke arkelogian harus melihat perlakuan manusia di lokasi seperti apa. Intinya melihat aktivitas-aktivitas masyarakat pendukung kebudayaan," jelas Dodi.
"Kita melihat seperti di Gunung Padang. Tak jauh dari situ ada situs atau tradisi megalitik. Bisa temuan punden berundak, atau kuburan.
Kayaknya sangat berkemungkinan bertemu. Berkaitan toponimi bukit itu batu mejan, maka erat kaitannya dengan tanah kubur. Batuan itu komponen utama membentuk struktur bukit itu," tandas Dodi.
Tradisi megalitik dikenal sebagai kebudayaan megalitikum adalah bentuk-bentuk praktik kebudayaan yang dicirikan oleh pelibatan menumen atau struktur yang tersusun dari batu-batu besar (megalit) sebagai ciri utamanya.
Ahli prasejarah, arkeolog dan etnolog dari Wina, Austria, Robert von Heine Geldern menggolongkan tradisi megalitik dalam dua tradisi, yaitu megalitik tua yang berkembang pada masa neolitik (2500-1500 SM) dan megalitik muda yang berkembang dalam masa paleometalik (1000 SM–abad 1 M).
Megalitik tua menghasilkan bangunan yang disusun dari batu besar seperti dolmen, menhir, undak batu, limas berundak, pelinggih, patung simbolik, tembok batu, dan jalan batu.
Sumber langgam.id (https://langgam.id/ahli-geologi-sebut-berbatuan-yang-ditemukan-di-lubuk-alung-struktur-geologi-langka-nan-tersingkap/)