Piamanexplore-Pada masa zaman kolonial Belanda, perkeretaapian di Sumbar berada di bawah Perusahaan Kereta Api Negara Sumatra Staats Spoorwegen (SSS).
Setelah merdeka, 28 September 1945, dibentuk Djawatan Kereta api Republik Indonesia (DKARI).
Beberapa perusahaan kereta api swasta bergabung dalam SS/VS, Staatsspoorwagen/Vereningde Spoorwagenbedrijf yakni gabungan perusahaan kereta api pemerintah.
Dan swasta Belanda yang ada di Pulau Jawa dan DSM (Deli Spoorweg Maatschappij) yang ada di Sumatera Utara, masih menghendaki untuk beroperasi di Indonesia.
Kereta api Mak Itam (atau Kereta api Mak Itam SIG berdasarkan hak penamaan) adalah kereta api wisata kelas ekonomi yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia dan Pemerintah Kota Sawahlunto di Sumatra Barat.
Yang melayani relasi Sawahlunto–Muarakalaban p.p. Kereta api ini merupakan satu-satunya kereta api uap wisata yang beroperasi di Sumatra, serta merupakan kereta uap wisata ketiga di Indonesia setelah Ambarawa dan Jaladara.
Frasa mak itam sendiri berasal dari frasa bahasa Minangkabau yang berarti "paman hitam".
Kereta api di zaman Belanda, sampai tahun 1950 dijuluki Mak Itam. Sebutan itu mengacu pada warna lokomotifnya yang dicat hitam.
Kereta api yang digerakkan dengan pembakaran kayu dan batubara, zaman itu, disebut kereta uap. Hasil pembakaran dari lokomotif mengepulkan asap hitam.
Asap hitam, warna cat hitam, bermuatan dan pembakaran dengan batubara, kereta api di Sumbar juga disebut kereta batubara.
Tanam paksa kopi di pedalaman Minangkabau, wilayah darek –dimulai tahun 1840– akhirnya membuat produksi kopi melimpah. Setengah abad kemudian, tahun 1891.
Kolonial Belanda terinspirasi membuka jalur kereta api di Sumatera Barat, waktu itu bernama Minangkabau.
Sebagaimana ditulis pada web Kereta Api Divre II Sumbar, rencana membangun rel kereta api di Sumbar awalnya hanya digunakan untuk distribusi kopi dari daerah pedalaman Agam/Bukittinggi, Payakumbuh, Tanah Datar dan Pasaman ke pusat perdagangan di Padang.
Ditemukannya batubara di Sawahlunto, tahun 1871, gagasan membangun rel kereta api oleh Belanda tidak lagi hanya untuk distribusi kopi.
Belanda memulai membangun rel kereta api pertama dari Pulau Aie, Padang ke Padang Panjang, sepanjang 71 km. Selesai Juli 1891. Kemudian diteruskan ke Bukittinggi, sepanjang 19 km. Bulan November 1891 selesai.
Pembangunan rel kereta api tidak berhenti. Jalur Padang Panjang ke Solok, 53 km, siap Juli 1892. Dalam tahun sama Padang Panjang ke Muaro Kalaban, 56 km, selesai Oktober 1892.
Dari Solok ke Muarokalaban, 23 km, dan jalur Padang ke Teluk Bayur, 7 km, selesai Oktober 1892. Sementara jalur Muarokalaban ke Sawahlunto, Padang Panjang dan Bukittinggi-Payakumbuh terkoneksi tahun 1896.
Jalur kereta api pengangkut batubara dibelokkan melewati Padang Panjang sehingga bertemu dengan jaringan rel dari Bukittinggi.
Jalur ini sejajar dengan ruas jalan pedati yang dibuat Van Den Bosch di Lembah Anai yang berakhir di Pelabuhan Teluk Bayur..
Setelah jeda 10 tahun, kemudian dibangun pula jalur kereta api dari Lubuk Alung ke Pariaman, selesai tahun 1908.
Diteruskan Pariaman ke Naras, selesai Januari 1911. Naras ke Sungai Limau tahun 1917.
Jalur Payakumbuh ke Limbanang selesai Juni 1921. Jalur Muarokalaban ke Muaro Sijunjung diselesaikan tahun 1924.
Dalam rentang waktu 1891 sampai 1924, pembangunan jalan kereta api di Sumbar diselesaikan sepanjang 240 km, tulis Yuliansah Arbama Putra dalam blog tentang Sejarah Kereta Api di Sumatera.
Untuk mempromosikan Museum Kereta Api Sawahlunto yang sebelumnya dibuka pada tanggal 17 Desember 2005.
Pemerintah Kota Sawahlunto mengajukan proposal kepada PT Kereta Api untuk mengembalikan lokomotif E1060 yang dioperasikan untuk KA wisata Ambarawa–Bedono p.p. di Museum Kereta Api Ambarawa kembali ke Sumatra Barat.
Pemindahan tersebut sepenuhnya terwujud pada tanggal 3 Desember 2007 dan sejak saat itu, Sumatra Barat sudah kembali memiliki lokomotif uap.
Saudaranya sendiri, E1016, kini menjadi pajangan di Museum Transportasi, Taman Mini Indonesia Indah.
Rencana pengoperasian kembali lokomotif rel gigi di Sumatra Barat ini sempat mengalami permasalahan terutama pada teknis prasarana dan suku cadang lokomotif yang kini sudah tidak lagi diproduksi.
Waktu lokomotif ini lebih banyak dihabiskan di dalam dipo daripada dijalankan di lintas.
Lokomotif bergigi lainnya, BB204—yang merupakan lokomotif diesel—saat itu berstatus siap operasi, tetapi terbatas semenjak jalur segmen Kayu Tanam–Padangpanjang terpaksa ditutup.
Pada tanggal 21 Februari 2009, kereta api Mak Itam mulai dioperasikan bersama dengan kereta api wisata Danau Singkarak.
Relasi kereta api Mak Itam adalah Sawahlunto–Muarakalaban, sedangkan kereta api wisata Danau Singkarak adalah Sawahlunto–Padangpanjang.
Kereta api ini hanya dapat dijalankan melalui sistem carteran. Lokomotifnya dan keretanya sendiri pernah dicarter untuk menyambut ajang bersepeda tahunan Tour de Singkarak 2012.
Terbukti, lokomotif ini pada saat itu masih kuat menarik enam unit kereta penumpang, dengan satu kereta asli Mak Itam (warna krem-hijau) serta lima unit kereta penumpang yang biasanya dipakai untuk KA wisata Danau Singkarak.
Setelah itu, tidak ada lagi pihak-pihak yang mau mencarter kereta api ini. Jalur Padangpanjang–Sawahlunto semakin dilupakan, dan tidak ada lagi KA yang lewat secara rutin di jalur ini.
Isi tulisan sudah tayang di harianhaluan 17 september 2023