Piamanexplore-Orang Rimba mempunyai cara tersendiri dalam menyambut kelahiran,
termasuk di Kelompok Tumenggung Ngrip.gambar hanya ilustrasi
Mulai dari mencari tempat untuk melakukan persalinan hingga apa yang harus dilakukan pasca persalinan, diatur dalam ritual tersendiri.
Untuk menentukan tempat bersalin, ada istilah adat
untuk mencari tempat untuk bersalin tadi yaitu Tanah Peranakon atau tempat dimana akan melakukan persalinan.
Pertama, untuk mencari Tanah Peranakon, tanah atau tempat dimana akan menjadi tempat bersalin harus di jongoi atau dilihat apakah tanah tersebut memiliki kon tur yang datar, luas dan memiliki sumber air.
Kadang, dalam menentukan tanah tersebut dapat digunakan atau tidak, harus melalui mimpi terlebih dahulu yang di percaya oleh Orang Rimba merupakan ilham dari para dewo.
Jika memenuhi persyaratan tersebut, maka tempat atau tanah tersebut dapat digunakan.
Kedua, mempersiapkan Kayu Tenong yang dalam pemilihan kayu mana yang akan diambil harus melalui petunjuk dari mimpi yang dipercaya dikirim oleh para dewo.
Kemudian kayu yang telah diambil tersebut harus diasapi menggunakan kemenyan yang telah dibakar.
Setelah kayu diasapin dengan kemenyan, baru dilakukan ritual dengan membaca jempi sembari menarik kayu tenong supaya panjang.
jika kayu tersebut memiliki panjang lebih dari sedepa, maka tempat tersebut bisa digunakan untuk tempat melahirkan.
Jika tidak, maka kayu tersebut tidak dapat digunakan dan harus mencari kayu yang lain.
Mantra yang dibaca pada saat menarik kayu tenong tersebut yaitu "menjego ko tanah dengan langit, rumput kersih bulan dan bintang menjego ko tanoh dan langit, kalua tanoh iyoi beik sukatnya aku minta pado tuhan kayu minta panjong, kalua tanoh yoi jehat aku minta pado tuhan laroy ku minta pandok".
Ketiga, setelah tempat serta kayu tadi sudah selesai dilakukan proses ritual dan "dibersihkan", lokasi tanah peranokan akan ditempati setelah umur kandungan sekitar 7-8 bulan.
Semua keluarga dan orang lain bisa mengikuti dan tinggal di sekitar tanah peranokan secara bergantian atau bersama-sama.
Selain itu, di tempat tersebut tidak diperbolehkan untuk disunori/membakar selain dari ikan, kolumbuoi dan kotom serta tempat tersebut tidak boleh dibersihkan dengan cara di tebas, dan jika dilanggar akan dikenakan sanksi adat.
Keempat, terdapat 2 orang dukun yang akan membantu perempuan yang sedang hamil tersebut untuk melahirkan.
Yaitu Dukun Tahu Tangon yang bertugas untuk menekan perut, dan Dukun Pembidan yang bertugas untuk menyambut bayi yang dilahirkan.
Untuk Dukun Tahu Tangon, tidak ada aturan yang membatasinya, yang berarti boleh siapa saja, tapi untuk Dukun Pembidan harus merupakan perempuan yang sudah tua.
Kelima, setelah bayi telah dilahirkan, yang dibolehkan untuk memotong tali pusar si bayi, hanya diperbolehkan perempuan yang memang sudah pernah melakukan itu sebelumnya.
Keenam, ada ritual yang bernama Pemupuk Sembubun.
Mencari serta mempersiapkan daun Sentubung, kulit kayu Senggeris dan daun Tontomu yang bisa di ambil oleh si bapak, nenek, mamok, uwak atau orang lain yang laki-laki.
Pada saat mengambilnya dengan syarat harus menghadap ke arah matahari terbit.
Daun sentubung digunakan sebagai wadah dari ari-ari bayi, kemudian kulit kayu senggeris di kikis halus dan dibungkus menggunakan daun tontomu.
Setelah itu diusapkan oleh dukun ke ubun-ubun bayi dengan syarat bayi tersebut sudah diberi nama.
Uniknya, yang berhak memberikan nama kepada si bayi tersebut bukanlah orang tuanya, tetapi dukun yang membantu persalinan tersebut.
Ketujuh, ada ritual bernama Mboli Api. Ritual ini dilakukan oleh bapak bersama kakek si bayi.
Mboli Api di lakukan dengan cara menukarkan puntung kayu bekas bakaran oleh bapak dan kakek si bayi.
Puntung kayu tersebut harus di simpan oleh keduanya sampai pada saat bayi telah melakukan ritual Mandi Budak.
Terakhir, seperti yang tertera sebelumnya, ada ritual yang bernama Mandi Budak. Ritual ini dapat dilakukan pada saat tertentu dengan melihat posisi bulan di langit.
Jika di konversikan, ritual ini dilakukan pada saat usia bayi berkisar antara 30-45 hari.
Mandi Budak dilakukan di air sungai yang mengalir dengan mempersiapkan Jemban Budak atau tempat untuk Mandi Budak.
Kemudian harus disiapkan tiang untuk Pusaran Burung yang ditujukan untuk hinggapnya dewo yang diletakkan di sebelah hulu sungai dari posisi bayi yang dimandikan.
Setelah itu, barulah bayi tersebut dimandikan di air sungai tersebut.
Setelah semua prosesi telah selesai, barulah ibu dan anak yang tadinya diwajibkan tetap tinggal di Tanah Paranokan, boleh meninggalkan tempat tersebut untuk melanjutkan aktivitas seperti sebelumnya.
Tradisi ritual adat untuk prosesi sebelum dan sesudah melahirkan ini dapat dikatakan sebagai salah satu ritual yang masih terjaga keasliannya dibanding ritual adat yang lain.
Bisa jadi karena ritual ini terus dilakukan dan merupakan ritual wajib yang sampai sekarang masih dipertahankan oleh seluruh Orang Rimba yang ada di Kelompok Tumenggung Ngrip.