Piamanexplore-Rumah gadang adalah rumah tradisional khas Minangkabau yang saat ini masih banyak berdiri dan eksis di ranah Minang di desa wisata Sarugo gunung omeh kabupaten lima puluh kota.
Atap bagonjong atau runcing ini di buat bukan dengan tanpa sebab, atap bagonjong memiliki filosofi di Minang piamanexplore akan melansir dari harianhaluan.
Atap yang melengkung dan runcing dari rumah gadang ke atas ini disebut dengan atap gonjong. Rupanya, bentuk atap yang unik ini dibuat dengan maksud dan fungsi tertentu.
Rumah adat khas Sumatera Barat ini merancang atapnya jadi berbentuk runcing karena mempunyai fungsi agar tahan gempa.
Hal ini terbukti dari ketahanannya yang notabene wilayah Sumatera Barat menjadi langganan goncangan gempa setiap tahunnya.
Atap gonjong pada mulanya diterapkan pada rumah gadang yang berada di dataran pegunungan yang tinggi.
Berkat tradisi orang Minang yang merantau ke luar daerah, atap gonjong atau runcing ini mrnjadi ikon dari suku tersebut.
Terkait maksud dan makna yang terkandung didalamnya, ternyata atap gonjong memiliki filosofi mengapa bentuk runcing itu dibuat dan dihiasi ornament yang memberi kesan penegasnya.
Ada banyak pendapat yang menyatakan artinya adalah menyerupai tanduk kerbau, haluan kapal, dan daun sirih bersusun.
Pendapat yang menghubungkannya dengan tanduk kerbau berkiblat pada legenda asal usul kata Minangkabau dan mengapa daerah Sumatera Barat dinamai itu.
Kemudian, pendapat yang menyebut mirip seperti haluan kapal karena dihubungkan dengan kisah pendaratan Iskandar Zulkarnain, salah satu nenek moyang rakyat Minangkabau.
Terakhir, pendapat mengenai daun sirih bersusun karena daun tersebut sudah menjadi lambing budaya yang penting dan tak bisa diganggu gugat di Minangkabau.
Dari tiga pendapat ini menyimpulkan betapa kuatnya sejarah yang hanya disebarkan dengan cara lisan dan tak tertulis. Karenanya, tak ada yang benar dan tak ada yang salah.
Untuk mendalami mengenai pertanyaan ‘apa’ dan mengapa’ tentang filosofi atap bergonjong ini dapat ditemui seluk beluknya secara lengkap di Desa Wisata Sarugo.
Satu filosofi popular yang menyebar di masyarakat tentang atap gonjong adalah makna hierarki dalam pengambilan keputusan.
Bentuk lengkung dan dominan mengandung arti kalau segala hal tak disampaikan secara langsung, tapi secara diplomatis.
Kemudian, bentuk perahu adalah wujud cerminan kepada sejarah masa lalu kepada leluhur rakyat Minangkabau. Dan, bentuk topi Iskandar Zulkarnain menyimbolkan kekuasaan.
Desa ini terletak di Jorong Sungai Dadok, Nagari Koto Tinggi, kecamatan Gunung Omeh, Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Jaraknya berada sejauh 180 kilometer dari utara Kota Padang.
Di desa wisata ini terdapat banyak sekali rumah Gadang dengan atap gonjong yang berjumlah ganjil. Rumah-rumah ini menjadi daya tarik utama untuk tujuan liburan di sini.
Rumah Gadang di desa wisata Sarugo semuanya berderet rapi berbaris menghadap ke Masjid Raya. Jumlah ganjil atap gonjong yang diterapkan di sini melambangkan rukun Islam.
Kawasan wisata di lokasi ini terbilang masih asri dan terjaga karena desa wisata Sarugo berada di daerah terpencil dalam perbukitan. Makanya, udara di sini masih segar.
Selain menikmati alam dan budaya, desa wisata ini juga menawarkan kuliner dan kerajinan tangan yang dapat dijadikan buah tangan saat berkunjung ke sini.
Ada sebuah kopi kawa daun. Minuman unik ini terbuat dari daun kawa yang dikeringkan dan diseduh seperti membuat secangkir teh.
Lalu, kerajinan tangan dari desa ini terbilang berkualitas baik. Bahan baku utama yang diolah menjadi oleh-oleh ini terbuat dari bambu.
Desa yang memiliki banyak rumah gadang bergonjong ini, yang akhirnya menjadi nama desa ini yaitu Sarugo, singkatan dari Saribu Gonjong masuk ke dalam sebua penghargaan.
Penghargaan tersebut adalah ajang Anugerah Desa Wisata (ADWI) 2021 dan masuk ke dalam 50 besar desa wisata yang menawarkan budaya dan kearifan lokal yang maish terjaga keasliannya.