Hanya dengan campuran beras ketan utuh dan tak ditumbuk, pisang, gula aren, parutan kelapa muda serta sedikit garam, lalu dikukus sudah mampu menggoyangkan lidah yang memakannya.
Cita rasa manis dan aroma yang menggoda dari pisang akan membuat siapapun tak akan berhenti menyantapnya.
Dulunya, lapek sagan biasa dihidangkan pada acara-acara adat sebagai hantaran di acara peminangan. Namun kali ini bisa ditemukan di pasar-pasar tradisional.
Tak jarang pula dijadikan kudapan teman minum teh dan kopi. Namun saat ini, makanan khas Minangkabau ini sudah jarang ditemukan.
Hal ini diakui oleh warga Lubuk buaya Rasima, 70 yang berjualan lapek sagan dengan berkeliling beberapa kompleks di sekitar rumahnya.
"Setiap saya membuat lapek ini, selalu habis dan banyak yang suka. Tak jarang pula banyak yang mengatakan kalau tidak lagi menjumpai jajanan ini di beberapa tempat kue tradisional," ujar Rasima beberapa waktu lalu.
Dia menceritakan, untuk membuat sekitar 55 lapek dalam sehari, dia membutuhkan sekitar satu sisir pisang, satu liter beras ketan, satu buah kelapa muda yang sudah diparut dan seperempat gula aren.
Rasima menjual lapek sagan yang dibungkus daun pisang dengan bentuk segitiga tersebut dengan harga Rp 1.500 perbuahnya, "Alhamdulillah selalu habis karena banyak yang suka," sambung dÃa.Saat ini, Rasima hanya menjajakan jajanan tersebut dengan berjalan kaki disekitar kompleks rumahnya. Selain itu, dia juga sering menerima pesanan lapek untuk beberapa acara arisan maupun rapat di beberapa sekolah-sekolah.
"Saya juga biasa membuat lapek labu yang saya jual dengan harga yang sama. Sama-sama sudah jarang ditemukan, makanya saya fokuskan untuk membuat dua camilan khas Minang ini," sebutnya.