-->
NGx9MGB7Nap6Nax5MaRbNqN7MmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE103

6 Hal Konyol Penjual Nasi Padang Yang Bukan Orang Minang Asli

Piamanexplore.com-Ada beberapa hal nasi padang yang penjualnya bukan orang Minang asli, seperti apa?

Nasi padang nggak hanya digemari oleh orang Minangkabau dan orang Sumatra Barat pada umumnya, namun juga disukai oleh sebagian besar orang Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Jarang sekali saya mendapati orang Indonesia yang nggak doyan nasi padang. Mungkin itu pula sebabnya, di Pulau Jawa atau pulau-pulau lain di luar Sumatra banyak kita temukan warung dan RM Padang.

Nasi padang sendiri adalah kuliner Minangkabau, Sumatra Barat. Sebelum berakhirnya pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Sumbar pada tahun 1962, tempat penjualan makanan khas Minangkabau lebih umum disebut nasi lapau, karan, ataupun los lambung.

Usai Pemberontakan 1962 Sumbar, pemerintah pusat berusaha menghabisi semua elemen PRRI dan terjadi perantauan besar-besaran suku Minangkabau ke berbagai daerah di Indonesia termasuk Pulau Jawa.

Beberapa literatur menyebutkan jika tindakan pemerintah pusat terhadap suku Minangkabau sangat tegas, orang Minangkabau disuruh melapor dan sering ditekan.

Ini menjadi salah satu alasan orang Minang di perantauan mencoba mengaburkan identitas dengan cara mengganti Minangkabau dengan Padang. 

Setelah tahun 1962 ke atas, sebutan rumah makan Padang untuk tempat makan yang menjual hidangan Minangkabau mulai familier hingga sekarang.

Meskipun ada di hampir seluruh wilayah Indonesia, warung atau RM Padang di era modern ini tak semuanya dimiliki orang Minang, lho. 

Ada banyak warung dan restoran yang labelnya nasi padang, namun juru masaknya bukanlah orang Minang, hal tersebut bisa terlihat dari hasil masakannya.

Sungguh berdosa penjual yang mengaku Minang tapi aslinya bukan Minang dan nggak mematuhi kaidah kuliner Minang seperti ini:

#1 Rendangnya Berkuah, Dagingnya Keras

Di RM Padang, rendang menjadi salah satu menu wajib dan banyak disukai pelanggan. 

Rendang yang dibuat oleh orang Minang teksturnya kering dan berminyak dengan warna hitam pekat. Meskipun kering, dagingnya empuk lantaran proses memasaknya lama.

Sayangnya, di banyak warung nasi padang di Jawa, tekstur rendangnya malah agak basah, dagingnya agak keras, dan rendangnya berwarna kecokelatan. Lho, itu rendang atau kalio, sih?

#2 Nasi Pulen

Makan nasi padang tanpa nasi jelas wagu. Kalau nasinya diganti lontong ataupun ubi tentu kurang pas dan nggak seru. Makanya nasi punya peran penting dalam olahan nasi padang.

Di Jawa, mayoritas nasi yang disajikan di RM Padang adalah nasi pulen (teksturnya agak lengket). 

Bagi sebagian besar orang Jawa, nasi pulen memang yang paling enak. Tapi, itu kan kalau orang Jawa. Di Minangkabau justru berbeda, lho.

Jika kita makan nasi padang asli di Sumatra Barat dan juru masaknya adalah orang Minang, olahan nasinya justru agak pera. Nasinya nggak keras, melainkan agak kering dan butiran nasinya mudah tercerai-berai.

Hal ini bukan tanpa alasan, lho. Mayoritas masakan orang Minang mengandalkan campuran nasi dengan lauk berkuah atau bersantan kental. 

Nasi pera ini akan mempertahankan karakteristik nasinya (nggak jadi lembek terkena kuah santan).

Bagi orang Minang, nasi yang pas dengan masakan mereka memang yang pera. Kalau di Jawa ada RM Padang nasinya pulen, itu ada dua kemungkinan. 

Pertama, juru masaknya memang bukan orang Minang. Kedua, sengaja dibuat nasi pulan karena orang di Pulau Jawa lebih suka nasi yang teksturnya agak lengket.

#3 Ayam Pop Ada Kulit Ayamnya

Ayam pop adalah salah satu menu favorit saya di RM Padang. Selain ayam pop, biasanya warung Padang juga menyediakan ayam balado, ayam bakar, ayam bumbu, atau ayam gulai.

Di warung Padang yang nggak asli, kebanyakan hidangan ayamnya diolah bersamaan dengan kulitnya. Jadi kulit ayamnya nggak dibuang, sebab orang Jawa memang suka makan kulit ayam.

Namun, hal tersebut justru nggak berlaku di Minangkabau. Orang Minang memasak ayam tanpa menyertakan kulit. Coba deh diamati, jika kita makan ayam pop di Padang kulit ayamnya umumnya nggak disertakan.

Selain alasan tradisi orang Minang ada yang mempertahankan tradisi nggak makan bagian tertentu dari ayam seperti kulit, usus, ceker, dan bagian depan kepala, ada juga yang mengatakan ketiadaan kulit ayam ini karena lebih praktis.

Di Sumbar, orang membeli ayam di pajak (pasar) dalam kondisi segar (disembelih langsung ketika konsumen datang). Nah, agar praktis, setelah disembelih ayamnya akan langsung dikuliti oleh tukang jagalnya.

#4 Masakannya Encer

Masakan Minang itu kental, kaya akan bumbu rempah dan banyak santan. Nah, ketika masakan Padang sampai di Pulau Jawa malah encer dan berbeda dengan aslinya.

Ada juga yang beranggapan jika orang Jawa takut kolesterol kalau masakannya terlalu kental makanya dibuat agak encer.

Tapi, hal tersebut justru bikin nasi padang jadi kurang autentik. Namanya bumbu Padang ya nendang dan full body lah, kalau encer namanya kuah sop, dong.

#5 Cuma Ada Sambal Ijo, Tidak Ada Sambal Merah

Selain kaya akan bumbu rempah dan kental, karakter masakan orang Minang itu pedas. Dalam kaidah kuliner Minang kita mengenal sambal ijo dan sambal merah.

Masalahnya, kebanyakan warung Padang di Jawa justru meniadakan sambal merahnya. Padahal sambal merah itu salah satu nyawa masakan Padang, lho.

Cabai di Sumbar kadar airnya lebih sedikit dari pada di Jawa, sehingga menghasilkan rasa pedas yang khas. 

Ada beberapa RM Padang yang juru masaknya asli Minang sampai rela mendatangkan cabai merahnya langsung dari Sumbar, lho, agar rasanya autentik.

Namun penjual nasi padang yang bukan orang Minang biasanya nggak mau repot-repot melakukannya dan malah langsung meniadakan menu sambal merahnya. Tobat klean.

#6 Jualan Ikan Lele

Di Surabaya ada warung nasi padang yang jualan lele goreng dengan sambal ijo khas Padang. 

Ini adalah dosa besar, sebab orang Minang biasanya nggak memasak lele untuk dijual, baik itu olahan lele yang digoreng atau dibakar. Yang suka jualan lele itu orang Lamongan, bukan Minang, ya.

Itulah enam dosa yang kerap dilakukan penjual nasi padang yang mengaku dari Minang. Memang sih nggak ada kewajiban harus orang Minang yang membuka warung Padang, tapi tetap terasa janggal saja kalau label warungnya Padang tapi hidangannya tidak mencerminkan kaidah masakan orang Minang.

Tulisan ini diambil dari mojok.co dengan judul “6 Dosa Penjual Nasi Padang yang Bukan Orang Minang Asli”

 

Share This Article :
1745663973787222366

Presiden Matta Malaysia Kunjungi Dan Kagumi Rumah Gadang Museum Bustanil Arifin Padang Panjang

Piamanexplore- Presiden Malaysian Association of Tour and Travel Agents (MATTA), Dato' Seri Muh Khalid beserta Istri Akhnidar Binti Ahma...