foto jajak kaki solok |
piamanexplore.com-Pada undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan mengemuka langkah strategis perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan terhadap objek pemajuan kebudayaan (OPK). Langkah strategis tersebut salah satunya dapat di terapkan terhadap Ritus yaitu tata cara pelaksanaan upacara atau kegiatan yang di dasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya.
RITUS antara lain berbentuk berbagai perayaan, peringatan kelahiran, upacara perkawinan, upacara kematian, dan ritual kepercayaan beserta perlengkapannya. Upacara perkawinan tentunya memiliki rangkaian prosesi, sebagaimana tampak pada upacara perkawinan masyarakat Solok.
Meskipun secara umum di Minangkabau upacara perkawinan dimulai dengan manyilau, mamutuih etongan, maminang, batimbang tando, mambantai, ijab qabul dan basandiang, dan manjalang namun masyarakat Solok mempunyai keunikan lainnya yang disebut dengan tunduak.
Menurut Yasmi Febriyeni, Bundo Kanduang Kelurahan Nan Balimo Kota Solok, tidak ada sumber pasti yang menyebutkan bagaimana awal mula prosesi ini dijalankan. Satu hal yang bisa dilihat sekarang adalah, tunduak masih dijalankan oleh masyarakat Solok sebagai upaya mempererat hubungan antara keluarga mempelai perempuan dan mempelai laki-laki.
Dalam buku Adat dan Budaya Kota Solok (2013) dijelaskan bahwa istilah tunduak berasal dari bahasa Minangkabau patuh, hormat, tunduk. Maka secara sederhana, tunduak bisa diartikan sebagai suatu tradisi yang dilakukan untuk menghormati laki-laki yang baru saja diresmikan menjadi suami dari si perempuan tersebut. Prosesi ini dilaksanakan setelah resepsi adat di rumah anak daro.
Pada pelaksanaannya rombongan tunduak akan berjalan dalam satu barisan memanjang kebelakang. Arak-arakan tersebut berlangsung tepatnya di tepi jalan menuju rumah orang tua marapulai. Jika dikelompokkan, ada empat komponen yang ada dalam rombongan tunduak. Pertama, Urang Gaek (tuo tunduak), yaitu sosok yang dianggap sebagai penanggungjawab terlaksanakanya prosesi.
Biasanya orang yang ditunjuk sebagai urang gaek bukanlah orang sembarangan. Urang Gaek haruslah yang paham dengan adat istiadat karena juga merangkap juru bicara dan tempat bertanya baik bagi keluarga mempelai perempuan ataupun keluarga mempelai laki-laki yang akan dikunjungi. Pakaian yang digunakan urang gaek adalah baju basiba ber warna hitam, rok berwarna hitam, tingkuluak dari kain khusus berwarna pink/orange dan memakai selendang dari kain sarung bugis.
Baju dan rok berwarna hitam melambangkan kematangan pemikiran dan wawasan yang luas dari seorang ibu dalam memainkan peran sebagai bundo kanduang yang mengayomi. Penggunaan kain sarung bugis yang juga dipakai oleh para penghulu melambangkan kepemimpinan, orang yang bertuah. Pada arak-arakan tunduak, urang gaek akan berdiri di depan pengantin dengan membawa sirih di atas kepala.
Selanjutnya pengantin. Pakaian yang digunakan pengantin dalam prosesi ini sangat unik. Berbeda dengan pakaian pengantin pada umumnya. Untuk pakaian anak daro terdiri dari suntiang Episang saparak/bungo sanggua, topi penyangga dari kain beludru, kote-kote, subang, kaluang/baju jala, kalung gadang, kaluang pinyaram, galang gadang, baju kuruang hitam batatah ameh, songket, kain balapak dan tarompa batutuik. Sedangkan untuk marapulai memakai saluak/deta, baju kemeja putih, dasi, jas hitam batabua ameh, celana putih, sasampiang (songket), sepatu hitam, serta dilengkapi dengan keris.
Kemudian urang tunduak. Keunikan lain dari prosesi tunduak adalah adanya rombongan yang menjadi pengiring pengantin yang menggunakan pakaian khusus. Rombongan tersebut berjumlah 7, 9 atau 11 orang perempuan, tergantung pada jenis alek yang diadakan. Jika tergolong ke dalam alek pucuak rabuang (alek biasa) maka jumlah urang tunduak hanya 7 orang. Jika tergolong alek gulai manih dan jamba gadang (setingkat di atas alek pucuak rabuang) Urang Tunduak berjumlah 9 orang. Sedangkan jika tuan rumah melaksanakan alek batonjong (pesta besar-besaran) Urang Tunduak berjumlah 11 bahkan bisa menjadi 22 orang.
Rombongan urang tunduak berpakaian baju basiba berwarna merah, rok yang berwarna senada dengan baju, tingkuluak dari selendang khusus berwarna pink/orange serta dilengkapi dengan perhiasan seperti dukuah, galang.
Tunduak dilakukan dengan arak-arakan pe ngantin dan rombongan pengantar susunan barisan adalah mulai dari urang gaek (berpakaian hitam dan membawa carano), pengantin dan urang tunduak yang pembawa katidiang nasi 2 (dua) orang, pembawa nasi lamak 2 (dua) orang, pembawa galamai 2 (dua) orang, pembawa randang, pembawa kalio daging dan pembawa kalio telur.Masing-masing bawaan akan ditutupi dengan kain dalamak.
Terakhir pemain musik talempong pacik. Rombongan ini berada dibagian paling belakang barisan dan akan memainkan musiknya sebagai pengiring arak-arakan ke rumah orang tua mempelai laki-laki.
Selain dari empat komponen di atas biasanya beberapa orang dari pihak anak daro juga menjadi dari rombongan. Mereka berjalan di belakang pemain musik. Jika sudah sampai di rumah orang tua mempelai laki-laki bawaan dari pihak anak daro akan lansung diangkat oleh keluarga marapulai, biasa diistilahkan dengan manjawek katidiang.
Selanjutnya rombongan urang gaek akan dipersilakan masuk ke dalam rumah dan duduk di atas kasur yang telah dialas dengan kain panjang. Setelah seluruh rombongan duduk, perwakilan ninik mamak akan memulai pasambahan adat sambil janang menyiapkan jamuan makan di depan rombongan. Setelah pasambahan adat selesai, maka rombongan pun dipersilakan mencicipi hidangan yang telah disiapkan keluarga marapulai.
Dengan demikian prosesi tunduak sudah selesai serta rombongan akan kembali kerumah anak daro. Mereka meninggalkan perlengkapan tunduak yang biasanya telah diganti oleh keluarga marapulai. Pada masa sekarang prosesi tunduak masih dijalankan oleh masyarakat Solok. Baik di kota maupun kabupaten Solok. Misalnya resepsi dilak sanakan pada Sabtu, maka prosesi tunduak akan diadakan Minggu. Rombongan tunduak akan dengan mudah dikenali karena ada arak-arakan dengan pakaian yang khas.
Untuk di Kota Solok upaya pelestarian telah dilakukan oleh pemerintah. Misalnya dengan mengadakan pawai budaya dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Kota Solok. Pada bulan September 2022 prosesi tunduak juga ditampilkan dalam pawai budaya sebagai bagian dari kegiatanRang Solok Baralek Gadang. Prosesi tunduak hadir bersamaan dengan penampilan tradisi lainnya yang berasal dari 13 kelurahan di daerah yang dikenal dengan julukan Kota Beras ini. Pelaksanaan prosesi tunduak mengukuhkan bahwa masyarakat Solok memiliki prosesi perkawinan yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal yang bisa dijadikan panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Melalui prosesi tunduak mempelai perempuan menunjukkan rasa hormatnya kepada orang tua mempelai laki-laki. Prosesi ini sekaligus menjadi lambang keharmonisan hubungan antara keluarga mempelai perempuan dan keluarga mempelai laki-laki.padangekspres,23,10,22.