foto Riza Falepi |
piamanexplore.com-Makan bajamba telah lama menjadi bagian perhelatan perkawinan masyarakat nagari padangmagek, kecamatan padangmagek kabupaten Agam.
Makan bajamba artinya makan bersama secara lesehan. Yaitu makan saling berhadapan dengan menggunakan piring-piring besar yang biasa disebut dengan talam.
Pada pelaksanaannya akan tampak beberapa orang warga yang duduk melingkari beberapa talam berisi menu makanan berupa nasi dan sambal. Biasanya dalam jumlah tiga sampai tujuh orang.
Suasana perjamuan mereka mengesankan harmoni yang indah. Apalagi berada di tengah perhelatan yang tata cara pelaksanaannya diatur menurut ketentuan adaik salingka nagari padangmagek.
Makan bajamba mesti dilakukan setiap ada warga padangmagek yang melangsungkan perhelatan perkawinan. Masyarakat padangmagek menyebutnya dengan baralek gadang, baralek manangah dan baralek kaciak.
Penamaan ini didasarkan pada besar atau kecilnya perhelatan yang digelar. Biasanya dikaitkan dengan biaya perkawinan, jumlah tamu undangan yang hadir, terutama dengan kelengkapan adat perkawinan yang dipakai.
Tradisi makan bersama tersebut tetap bertahan hingga sekarang, tidak saja dalam baralek gadang, namun juga ada pada baralek manangah dan baralek ketek.
Makan bajamba diatur berdasarkan mekanisme adat. Berkenaan dengan warga yang tergabung duduk melingkari sebuah talam misalnya, posisi duduk diatur menurut hubungan kekerabatan mereka dengan mempelai perempuan atau mempelai laki-laki.
Posisi makan bajamba ninik mamak (penghulu) berbeda dengan makan bajamba juaro, anak mudo, amai-bapak dan induak bako.
Ninik mamak adalah mereka yang di hormati baik dalam kaum maupun dalam nagari, sehingga mereka mesti duduk dengan posisi duduk istimewa, biasanya bersandar pada dinding rumah. Juaro adalah mereka yang masih terhitung satu suku dengan mempelai laki-laki atau perempuan, sehingga bisanya terposisi duduk diantara beberapa jamba makan para ninik mamak.
Ada pula anak mudo, yaitu mereka memiliki hubungan sepasukuan dengan mempelai laki-laki maupun dengan mempelai perempuan, posisi duduk mereka juga di bedakan. Selanjutnya amai bapak, yaitu para kerabat berdasarkan hubungan antara mempelai laki-laki atau perempuan dengan kerabat kedua orang tuanya.
Terakhir induak bako, yaitu saudara perempuan dari orang tua laki-laki kedua mempelai, posisi duduk mereka juga terpisah, dengan kelompok lainnya.
Mekanisme lainnya dalam tradisi makan bajamba dalam perhelatan perkawinan masyarakat padangmagek juga menarik dicermati. Masih berkaitan dengan posisi duduk, aturan duduk bagi laki-laki adalah bersila dan bagi perempuan adalah bersimpuh.Kusus para anak muda, posisi jamba serta duduk mereka biasanya berhadap-hadapan dengan ninik mamak. Dari kalangan merekalah para juaro dimunculkan, disamping sebagai juru runding biasanya juga bertugas menyiapkan makanan dalam rangka menghormati serta memuliakan ninik mamak.
Makan bajamba memerlukan peran para juaro. Merekalah yang berperan menghidangkan talam berisi makanan kehadapan ninik mamak beserta tamu lainnya. Dari kelompok mereka juga munculnya para juru sambah sebelum makan bajamba dimulai.
Apabila seorang juaro tidak ada, maka prosesi makan bajamba tidak akan berjalan sebagaimana semestinya. Karena itu warga yang melangsungkan perhelatan perkawinan biasanya akan mencari seorang juaro yang tahu pandai mereka tahu (cakap) dalam berpasambahan, sekaligus pandai (terampil) dalam mengatur serta meletakkan hidangan ketengah perjamuan makan.
Pasambahan adat juga penting dalam rangkaian tradisi makan bajamba, pasambahan adat juga merupakan bentuk perundingan yang dilakukan oleh tuan rumah dengan pihak tamu: antara si pangka dengan si alek.
Makan bajamba belum bisa di mulai apabila perundingan tersebut belum mencapai sebuah kesepakatan. Karenanya pasambahan adat berlangsung sebelum makan bajamba dilaksanakan. Minimal melibatkan dua orang juru sambah yang masing-masingnya mewakili tuan rumah dan tamu.
Menu makan bajamba pada masyarakat padangmagek tidak boleh lebih dari tujuh macam. Menu lauak bakuah sangat penting. Yaitu sebagai sambal wajib yang harus dimasukkan kedalam talam makan bajamba. Begitu juga dengan parabuang atau makanan penutup, biasanya terdiri dari nasi ketan, galamai, kue pinyaram, pisang ditambah dengan beberapa jenis kue lainnya.
Menu makanan penutup tersebut mesti tersedia sekaligus dianggap sebagai makanan khas dalam alek kawin masyarakat padangmagek. Apabila tidak tersedia serta dihidangkan dalam perjamuan, maka pelaksanaan perhelatan dianggap telah menyalahi aturan sebagaimana ditetapkan semenjak nenek moyang.
Makan bajamba mengajarkan kesantunan dalam bingkai pemertahanan hubungan kekerabatan dalam masyarakat padangmagek. Pada setiap kelompok duduk makan bajamba senantiasa ada orang yang usianya lebih tua atau di tuakan karena status sosialnya dalam masyarakat. Mempersilahkan mereka untuk mengambil serta menyuap makanan terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk penghormatan yang dianjurkan oleh adat.
Karena itu pada setiap kelompok duduk makan bajamba setiap warga yang usianya lebih muda mesti mampu menahan diri. Ajaran kesantunan nya adalah makan bajamba bukan sekedar bersantap makanan lezat, namun menjadi wahana pengajaran tentang bagaimana mestinya menghormati serta memuliakan orang usianya lebih tua atau dituakan dalam masyarakat.
Makan bajamba juga sarat dengan pengajaran tentang etika dalam pergaulan. Pembiasaan menjaga lisan selama makan berlangsung sesungguhnya mengisyaratkan pentingnya menjaga konsentrasi sekaligus perasaan orang disekitar sekaitan dengan pekerjaan yang sedang ditekuni.
Setiap orang bahkan tidak diperbolehkan berbicara saat makan bajamba berlangsung. Apalagi pembicaraan yang mengandung fitnah dan ghibah. Pesan moralnya adalah, setiap warga harus mampu menahan diri meskipun memiliki peluang untuk mengumbar kelemahan atau kesalahan orang lain.Pentingnya kebersamaan dalam mewujudkan rasa syukur kepada yang maha kuasa juga tampak dalam tradisi makan bajamba. Tuan rumah sebagai silang nan bapangka- karajo nan bapokok yang melangsungkan perhelatan mesti dilihat sebagai fasilitator dalam rangka penguatan dalam kebersamaan tersebut.
Demikian pula pihak tamu, alek nan datang dalam peristilahan Minang, kehadiran mereka penting sekaitan dengan pengajaran nilai-nilai adat dan agama kepada masyarakat dan generasi muda.
Tradisi makan bajamba, masyarakat padangmagek, warisan budaya Minang yang akhirnya harus ditempatkan sebagai wajah kolektif. Yang didalamnya terus berulang proses rekonstruksi nilai-nilai kearifan lokal sebagaimana diwariskan oleh para leluhur mereka. Padangekspres16,10,22