Dari admint PUAMS:gambar ilustrasi
Surat Terbuka Untuk Para Orangtua Kaum "MILENIAL"
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Menyambung beberapa artikel atau status baik dibeberapa media WA, FB dan lainnya.
Atas keprihatinan dari Angku, Ninik mamak dan dunsanak kita tentang merosotnya pemakaian bahasa minang, terutama dikalangan generasi Milenial karena kurangnya kepedulian orang tua
Sedari dini untuk mengajarkannya.
Mohon maaf sebelumnya.
Inti dan maksud yang sesungguhnya adalah menyambung beberapa tulisan Mamak-mamak serta saudara-saudara kita yang terdahulu, yang mana saran dan harapan beliau-beliau agar kita selalu memakaikan bahasa Minang dalam setiap komentar maupun tulisan-tulisan dalam status.
Alangkah indahnya terdengar dan enaknya membaca bahasa nenek moyang kita sendiri.
Kalau kita pikir-pikir sebuah ide dan saran yang sangat rancak sekali, karena agak tercengang juga kita membacanya, ketika kita tau yang menulis itu adalah orang awak sendiri, sudah jelas-jelas yang akan membaca tulisan kita adalah orang awak juga, kenapa pula kita selalu menulis dengan bahasa indonesia.
Jujur saja, kadang saya sampai gelak terkikih-kikih dalam setiap pertemuan urang awak baik dalam rapat atau apapun itu.
Bagaima kira tidak tercengang ketika mendengar beliau-beliau berpidato atau memberi sambutan yang selalu pakai bahasa indonesia padahal yang mendengar adalah anak dan kemenakan beliau sendiri.
Kadang-kadang penat saya menahan gelak dan tidak ketuan yang akan saya sebut, ketika beliau ber api-api dan sampai berbusa-busa air liur beliau.
Ada bahasa beliau yang selalu terngiang-ngiang ditelinga saya dalam sebuah pidato yang mana beliau mengatakan
“ Agar anak-anak muda Minangkabau harus mampu mempertahankan dan melestarikan adat, budaya dan bahasa kita sebagaimana kami yang tua-tua yang selalu gigih mempertahankannya.
Kita tidak boleh hanyut oleh arus modernisasi dalam era globalisasi, agar jangan sampai jalan kita di alih sama orang lalu dan cupak ditukar sama orang penggalas.
Kemana malu akan kita surukkan kalau sampai budaya dan adat kita sudah tergadaikan”
Hahahahaha.. benar-benar terbasut gelak saya mendengar pidato beliau itu penat saya memakok muncung saya agar tidak terdengar gelak saya oleh beliau.
Namun karena beliau itu sudah tua yang patut kita hormati, maka biarkan sajalah beliau seperti itu yang penting bagi kita semua.
Mulai saat ini jangan mau lagi berbicara seperti itu kalau bertemu dengan awak sama awak atau jangan lagi amuh kita kalau di sua orang dalam berunding atau bermufakat kalau masih saja memakai bahasa indonesia.
Lebih baik kita aning atau diam saja....biarkan saja dia berciloteh surang...untuk apa kita turutkan orang yang tidak amuh dan malu memakai bahasa kita, itu kan sama saja membari angit namanya atau mencorengkan arang dikening, masak arang diletakkan dikening..???
Mudah-mudahan apa yang sudah menjadi usulan dari mamak-mamak dan sanak-sanak kita itu benar-benar bisa kita perbuat.
Tidak sekedar pemanis mulut saja seperti usulan usulan beliau yang saya contohkan diatas tadi.
Semoga ini betul-betul bisa kita terima semua dengan senang hati dan tidak menjadi buah gunjing pula di belakang.
Karena bulat air ke pembuluh bulat kata ke mufakat mudah-mudahan kita semua sepakat untuk selalu berbahasa awak dalam setiap tulisan maupun berkata-kata.
Namun demikian saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada mamak-mamak dan dunsanak semua karena saya sendiri memang agak sedikit sulit kalau menulis maupun berkata-kata dalam bahasa awak ini, maklum karena saya sudah lama gedang dan hidup di rantau, yaitu semenjak saya berangkat dari kampung dulu saya sudah merantau sampai kini.
Tetapi tak apalah...kalau nyampang mamak-mamak dan dunsanak disini menulis dengan bahasa awak insyaAllah saya sedikit-sedikit mengerti jua..apalagi kalau disindir dan di kias pasti akan tegak juga telinga saya mendengarnya namun saya tidak akan meraba membabi buta seperti orang lain kalau kena sindir.
Hanya itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini dan mohon maaf sebelumnya jika ada yang terlantung ke naik dan tersinggung ke turun.
Akhirnya saya akhiri surat singkat saya ini dengan sebuah pantun.
Berkeris si Kati Muno, Terletak dibilik dalam
Retak hulunya jadi tuah, Jika dibukak pusaka lama
Dibangkit teras yang terendam, Sudah banyak ragi yang berubah
Disangka bulat daun nipah, Kiranya picak ber segi
Di luar lipat tidak berubah, Didalam sudah tabuk tiap ragi
Ayo Mari kita "GALAKKAN", bahasa MINANG.
Hormat saya. Admin PUAMS