Hera Mong Campa adalah sosok yang sangat kejam dan sangat konsisten dengan aturan, bahkan dia pernah membunuh sendiri anak laki-lakinya karena melanggar aturan dalam suku mereka. Kekejaman suku Hera Mong Campa ini akhirnya melegenda sampai saat ini, hal tersebut dapat kita dengar ketika orang-orang tua memarahi anaknya dengan lost control sering melontarkan kata-kata “dicabiak Harimau Campo lah ang baa”. Artinya keganasan Hera Mong Campa akhirnya menjelma dengan sebutan Harimau Campo.
Orang Tiongkok pada waktu itu mempunyai kebiasaan berperang, kedatangan mereka di ranah Koto Tuo pun dilakukan dengan peperangan. Dari perjalanan panjang suku Campa di tanah Agam akhirnya membuahkan hasil dengan menyingkirnya penduduk yang mendiami Koto Tuo sebelumnya dan mereka hidup berkembang diwilayah tersebut sampai menyebar kebeberapa daerah diMinangkabau.
Sebahagian pendapat mengatakan penduduk yang mendiami Koto Tuo sebelum bangsa Tiongkok datang diperbolehkan tinggal didaerah asal mereka dengan sarat mengikuti aturan-aturan orang Campa dan sebahagian pindah ke daerah Kayu Tanam Pariaman dan kelompok ini yang berkembang menjadi Suku Sikumbang di Pariaman sampai ke wilayah Pesisir Selatan. Artinya Suku Sikumbang bukan bahagian dari Suku Bodi Caniago Maupun Koto Piliang hanya saja sama-sama kaum yang datang dari daerah yang sama yaitu Turkestan.
Jauh sebelum dikenalnya nama Minangkabau, kehadiran suku Campa sudah menyebar diwilayah Agam setelah mereka mengalahkan para pengembara Turkestan, menurut satu cerita keberadaan suku Campa di Tanah Agam terjadi sebelum pindahnya kaum Koto Piliang ke Luhak Limo Puluah Koto, itu makanya tanah Agam dikenal sebagai Luak Nan Tangah.
Karena proses panjang eksistensi pengikut Hera Mong Campa di tanah Agam, terjadilah perubahan sebutan dari suku campa menjadi suku Jambak, sama halnya dengan kisah Payokumbuah yang konon berasal dari kata Payau Kumuah.
Pemekaran wilayah pertama oleh suku Jambak adalah ke daerah Panampuang (salah satu nagari di Kecamatan Ampek Angkek) dan setelah itu menyebar sampai keseluruh wilayah lainnya. Saya pernah menemui ada sekelompok masyarakat dengan mayoritas suku jambak di Pasaman dan di Lubuak Aluang Pariaman, bahkan sampai ke daerah Bangkinang serta Taluak Kuantan.
Kebiasaan suku jambak diantaranya adalah:
1. Mereka suka hidup berkelompok sesama orang Jambak.
2. Apabila melakukan kegiatan manaruko atau membuka lahan baru, maka wilyah tersebut diberi nama sesuai dengan nama suku mereka, tidak heran kalau disetiap wilayah yang ada di Sumatera Barat ada kampuang dengan sebutan Kampuang Jambak.
3. Secara genetic mereka pada saat usia lanjut mengidap penyakit tuli.
4. Dalam masyarakat suku ini lebih banyak menurut dan lebih banyak diam artinya tidak suka neko-neko.
5. Hal yang diluar nalar kita adalah apabila melakukan pesta sering datang hujan, konon cerita ini adalah persumpahan Hera Mong Campa ketika kemarau panjang yang melanda daerah mereka. Sehingga memohon pada Tuhan agar diturunkan hujan pada saat butuh hujan dan kebetulan waktu itu mereka sangat butuh hujan karena akan melaksanakan pesta.
Berkembangnya suku Jambak juga sama sepeti suku-suku yang berkembang di Luhak Tanah Data, suku Jambak juga berkembang menjadi beberapa bahagian. Menurut pendapat yang paling kuat adalah suku Jambak berkembang menjadi empat suku sekalipun ada yang berpendapat suku Jambak berkembang menjadi tujuh suku, ini juga disitilahkan dengan Jambak Tujuah Janjang, akan tetapi yang baru saya temui turunan suku Jambak baru empat nama lain. Salah satu suku Jambak yang berkembang adalah: Suku Salo, Suku Kutianyia, Suku Harau, Suku Patopang.
(Mohon koreksi jika ada kesalahan)